MAKALAH KECIL
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
“PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI DENGAN MODEL COOPERATIVE FARMING”
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Sebagai golongan mayoritas, kaum petani sudah layaknya mendapat sorot
utama ketika orang membicarakanpengembangan masyarakat pedesaan.sebagaimana
yang telah diketahui bahwa masyarakat petani indonesia masih diliputi oleh
berbagai dimensi ketidakberdayaan. Salah pernyataan umum yang berkenaan dengan
itu adalah kehidupan yang dilanda oleh masalah-masalah kemiskinan, baik
struktur maupun kultural.untuk membantu masalah yang mereka hadapi ,upaya
pengembangan masyarakat pedesaan perlu lebih menekankan pada aspek
pemberdayaan masyarakat petani.
B.
RUMUSAN MASALAH
Model
pemberdayaan apa yang lebih tepat untuk mensejahterakan petani di Indonesia
?
C.
TUJUAN
·
untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pemberdayaan
Masyarakat
·
mengembangkan karangka pemikiran sendiri untuk membicarakan topik pada makalah.
BAB II
PEMBAHASAN
Modal
seringkali menjadi masalah yang diutamakan oleh petani. Berbagai program yang
telah dicanangkan oleh pemerintah serasa hilang tak berbekas dalam prakteknya
dan dirasa tak mengena sama sekali terhadap petani. Akibatnya system agribisnis
mereka tidak berjalan secara efisien dan tingkat saprodi menjadi amat rendah.
Posisi tawar menawar pada saat panen yang lemah dikarenakan tidak adanya
lembaga pemasaran yang bermitra dengan petani (selain tengkulak/pedagang
pengumpul) sehingga petani semakin terjerat dalam lingkaran garis kemiskinan.
Kuantitas dan kualitas yang dihasilkan petani seringkali rendah hal ini
dikarenakan petani dalam berusaha tani masih berorientasi hanya untuk pemenuhan
konsumsi dalam keluarga tidak berorientasi pada pasar (market oriented).
Ketiadaan lembaga-lembaga baik lembaga keuangan maupun lembaga sosial di
pedesaan makin menjerumuskan petani dalam ketergantunagn kepada tengkulak yang
seringkali merugikan mereka. Padahal lembaga-lembaga ini sangat diperlukan
petani dalam pemasaran hasil komoditasnya, info pasar dan penjamin modal
keuangan. Meskipun tidak bisa berbasis teknologi tinggi, tetapi landasan sektor
pertanian yang kokoh diperlukan dalam memacu pertumbuhan perekonomian sekaligus
mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan. Permasalahan lain yang menyebabkan
petani tetap miskin, ialah permasalahan kepemilikan, penguasaan lahan. Apabila
diteliti secara seksama faktor penyebab kemiskinan petani tidak hanya dipicu
oleh kepemilikan lahan, tetapi juga sering dipicu oleh kebijakan pemerintah
yang terkesan setengah hati untuk berpihak kepada petani, karena tidak disertai
perangkat aturan yang akan memberi sanksi apabila kebijakan tersebut tidak
dijalankan. Tentu saja masalah kemiskinan di sektor pertanian tidak bisa
disalahkan pada salah satu pihak, terutama pemerintah. Tujuan pemerintah adalah
untuk menyejahterakan rakyat melalui program-programnya. Program tersebut sudah
dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi masyarakat. Untuk itu
pemerintah perlu mengetahui apa yang diinginkan oleh rakyat-rakyatnya. Melalui
DPR, aspirasi masyarakat dapat tersalurkan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
para menteri-menteri kabinet. Dalam hal ini, sistem koordinasi dan informasi
antarkelembagaan perlu ditingkatkan agar tidak terjadi miskomunikasi yang
menyebabkan adanya kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan yang ada.
Semua hal di atas dilakukan oleh pemerintah pusat selaku pembuat kebijakan
secara umum. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipisahkan oleh
lautan, pemerintah pusat tidak serta merta terjun langsung melaksanakan
kebijakannya, dalam hal ini tiap-tiap daerah memiliki kepala daerah
masing-masing berikut dengan para pejabat-pejabatnya. Tiap daerah memiliki
otonominya masing-masing. Sektor pertanian ditangani oleh Kementrian Pertanian
pada pemerintah pusat dan Dinas Pertanian pada pemerintah daerah.
Pemerintah
selaku agen of control mempunayi kegiatan yang masing-masing mempunyai anggaran
tersendiri. Anggaran tersebut dipergunakan untuk membeli barang yang berguna
bagi masyarakat. Bentuk anggaran disalurkan ke tiap daerah melalui APBD yang
telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah pusat. Diperlukan danya
kecakapan melihat kondisi riil pettanian pada tiap daerah dan penanganannya
apabila terdapat kendala-kendala. Selain pemerintah, masyarakat pun harus
mendukung program pemerintah yang ada. Kesepakatan antara kedua belah pihak
sangat diperlukan agar program yang dibuat maksimal dalam pelaksanaannya.
Ekspektasi masyarakat di sini sangat diperlukan agar mendukung program
pemerintah. Namun, apabila ada penyimpangan entah dari pemerintah maupun
masyarakat maka proses persetujuan terhadap suatu kebijakan harus dirundingkan
kembali dan diambil jalan tengahnya melalui musyawarah.
Mahasisiwa
pertanian selaku agen of change diperklukan guna membawa perubahan. Mereka
dibutuhkan sebagai penyuluh pertanian di daerah yang membutuhkan tenaganya,
dimana keadaan para petani sesungguhnya berpendidikan rendah sehingga sangat
diperlukan orang-orang yang ahli di bidang pertanian, baik dalam hal praktek
pertanian dan pembaharuan teknologi pertanian. Namun tidak hanya mahasiswa
pertanian saja yang yang wajib mendampingi petani, mahasiswa lainnya pun
mempunay kewajiban secar tidak langsung guna mengentaskan masalah petani yang
biasanya mencakup masalah social dan ekonomi. Kesemuanya merupakan
satu-kesatuan yang dapat menghasilkan suatu produktivitas pertanian, efisiensi
dalam pengelolaan pertanian dan dapat membangun martabat para petani dalam
mencapai kesejahteraannya. Kaum-kaum intelektual pun sangat diperlukan, karena
merekalah perancang atau otak di balik kebijakan. Dalam arti pemerintah pun
butuh orang-orang yang cerdas dan pintar dalam membuat kebijakan sesuai dengan
bidangnya masing-masing. Kaum intelektual tidak harus yang sudah lanjut usia,
namun kaum-kaum pemuda pun bisa menjadi kaum intelektual, contohnya saja
mahasiswa.
Mahasiswa
merupakan para penggerak negeri, yang nantinya akan menjadi benih-benih bangsa
dan menggantikan kaum intelektual terdahulu. Pihak pendukung (peminjam modal,
asuransi, koperasi, dll) turut berperan dalam meningkatkan sector pertanian.
Investor-investor besar harus bias dan mau menanam modalnya disektor pertaniana
guan menarik minat perusahaan lain utnuk terus mamajukan pertanian di
Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan pun harus ikut berperan, terutama bank-bank
konvensional dan bank-bank syariah dan pegadaian negara yang dapat menjangkau
ke pelosok desa pertanian.
Berdasarkan
permasalahan dan pemahaman kondisi eksternal petani yang demikian, maka model
Cooperative Farming dapat digunakan sebagai alternatif pemberdayaan usahatani. Model Cooperative Farming menekankan pada
pola pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada kerjasama antar petani/poktan
dengan mengacu pada kebutuhan petani/poktan (sistem bottom up).
Pihak
yang dilibatkan dalam Cooperative Farming adalah petani, swasta, pemerintah dan
mahasiswa. Petani akan bertindak sebagai anggota sekaligus pengelola.
Sekelompok petani yang sudah dibentuk dari beberapa kepala keluarga harus
secara aktif mengelola perencanaan on-farm (produk primer) dan off-farm (produk
sekunder) dengan aset-aset seperti lahan pertanian dan teknologi yang
digunakan. Peran swasta di sini karena fungsinya sebagai investor atau penanam
modal dikarenakan investor memiliki minat terhadap Cooperative Farming tersebut
karena pengelolaannya tidak hanya menghasilkan produk primer saja tapi juga
produk sekunder yang memiliki nilai tambah. Pihak swasta akan menyediakan
berbagai sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk dan obat-obatan untuk berusahatani.
Selain itu, pihak swasta juga juga bertanggung jawab sebagai penampung produksi (badan penyanggah produk pertanian sekunder) dan mitra pemasaran. Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator sekaligus katalisator dalam kegiatan perencanaan, penyusunan strategi usaha, introduksi teknologi terapan spesifik lokasi yang efisien, pengadaan modal, saprodi serta fasilitator dalam proses pemasaran hasil. Di sini, peran mahasiswa melalui institusi perguruan tinggi melalui Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilibatkan sebagai tenaga penyuluh pertanian pedesaan, terutama meningkatkan pendidikan bidang ilmu pertanian berupa bagaimana cara untuk mengelola lahan pertanian yang baik serta teknologi yang akan digunakan, pendidikan mengenai strategi pemasaran secara sederhana, lebih mengenalkan kepada mereka bagaimana cara mengelola produk pertanian (produk primer) menjadi suatu barang (produk sekunder) yang memiliki nilai tambah serta sebagai pihak yang menghubungkan antara petani dengan swasta dan pemerintah.
Selain itu, pihak swasta juga juga bertanggung jawab sebagai penampung produksi (badan penyanggah produk pertanian sekunder) dan mitra pemasaran. Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator sekaligus katalisator dalam kegiatan perencanaan, penyusunan strategi usaha, introduksi teknologi terapan spesifik lokasi yang efisien, pengadaan modal, saprodi serta fasilitator dalam proses pemasaran hasil. Di sini, peran mahasiswa melalui institusi perguruan tinggi melalui Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilibatkan sebagai tenaga penyuluh pertanian pedesaan, terutama meningkatkan pendidikan bidang ilmu pertanian berupa bagaimana cara untuk mengelola lahan pertanian yang baik serta teknologi yang akan digunakan, pendidikan mengenai strategi pemasaran secara sederhana, lebih mengenalkan kepada mereka bagaimana cara mengelola produk pertanian (produk primer) menjadi suatu barang (produk sekunder) yang memiliki nilai tambah serta sebagai pihak yang menghubungkan antara petani dengan swasta dan pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Semua model yang diberikan oleh pemerintah
sebenarnya baik adanya tetapi maslah keuangan yang menjadi kendala sehingga
pemerintahharus lebih cermat dalam membuat model-model pemberdayaan agar para
petani di indonesia lebih sejahtera. Mengenai kelemahan petani maka pemerintah harus membuat model
yang meminimumkan biaya dengan hasil yang maksimal.
B. SARAN
Makalah kecil ini jauh dari sempurna
karena itu apabila terdapat salah penulisan atau kata-kata yang kurang tepat
harap dimaklumi.