Selasa, 04 Desember 2012

Pemberdayaan Masyarakat Tani


MAKALAH KECIL
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
“PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PETANI DENGAN MODEL COOPERATIVE FARMING”



BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
       Sebagai golongan mayoritas,  kaum petani sudah layaknya mendapat sorot utama ketika orang membicarakanpengembangan masyarakat pedesaan.sebagaimana yang telah diketahui bahwa masyarakat petani indonesia masih diliputi oleh berbagai dimensi ketidakberdayaan. Salah pernyataan umum yang berkenaan dengan itu adalah kehidupan yang dilanda oleh masalah-masalah kemiskinan, baik struktur maupun kultural.untuk membantu masalah yang mereka hadapi ,upaya pengembangan masyarakat pedesaan perlu lebih menekankan  pada aspek  pemberdayaan masyarakat petani.

B.     RUMUSAN MASALAH
       Model  pemberdayaan apa yang lebih tepat untuk mensejahterakan petani di Indonesia ?
C.     TUJUAN
·         untuk memenuhi tugas mata kuliah Pemberdayaan Masyarakat
·         mengembangkan karangka pemikiran sendiri untuk membicarakan topik pada makalah.


BAB II
PEMBAHASAN

Modal seringkali menjadi masalah yang diutamakan oleh petani. Berbagai program yang telah dicanangkan oleh pemerintah serasa hilang tak berbekas dalam prakteknya dan dirasa tak mengena sama sekali terhadap petani. Akibatnya system agribisnis mereka tidak berjalan secara efisien dan tingkat saprodi menjadi amat rendah. Posisi tawar menawar pada saat panen yang lemah dikarenakan tidak adanya lembaga pemasaran yang bermitra dengan petani (selain tengkulak/pedagang pengumpul) sehingga petani semakin terjerat dalam lingkaran garis kemiskinan. Kuantitas dan kualitas yang dihasilkan petani seringkali rendah hal ini dikarenakan petani dalam berusaha tani masih berorientasi hanya untuk pemenuhan konsumsi dalam keluarga tidak berorientasi pada pasar (market oriented). Ketiadaan lembaga-lembaga baik lembaga keuangan maupun lembaga sosial di pedesaan makin menjerumuskan petani dalam ketergantunagn kepada tengkulak yang seringkali merugikan mereka. Padahal lembaga-lembaga ini sangat diperlukan petani dalam pemasaran hasil komoditasnya, info pasar dan penjamin modal keuangan. Meskipun tidak bisa berbasis teknologi tinggi, tetapi landasan sektor pertanian yang kokoh diperlukan dalam memacu pertumbuhan perekonomian sekaligus mengatasi masalah kemiskinan di pedesaan. Permasalahan lain yang menyebabkan petani tetap miskin, ialah permasalahan kepemilikan, penguasaan lahan. Apabila diteliti secara seksama faktor penyebab kemiskinan petani tidak hanya dipicu oleh kepemilikan lahan, tetapi juga sering dipicu oleh kebijakan pemerintah yang terkesan setengah hati untuk berpihak kepada petani, karena tidak disertai perangkat aturan yang akan memberi sanksi apabila kebijakan tersebut tidak dijalankan. Tentu saja masalah kemiskinan di sektor pertanian tidak bisa disalahkan pada salah satu pihak, terutama pemerintah. Tujuan pemerintah adalah untuk menyejahterakan rakyat melalui program-programnya. Program tersebut sudah dirancang sedemikian rupa sesuai dengan kondisi masyarakat. Untuk itu pemerintah perlu mengetahui apa yang diinginkan oleh rakyat-rakyatnya. Melalui DPR, aspirasi masyarakat dapat tersalurkan dan pelaksanaannya dilakukan oleh para menteri-menteri kabinet. Dalam hal ini, sistem koordinasi dan informasi antarkelembagaan perlu ditingkatkan agar tidak terjadi miskomunikasi yang menyebabkan adanya kesalahan dalam mengimplementasikan kebijakan yang ada. Semua hal di atas dilakukan oleh pemerintah pusat selaku pembuat kebijakan secara umum. Karena Indonesia merupakan negara kepulauan yang dipisahkan oleh lautan, pemerintah pusat tidak serta merta terjun langsung melaksanakan kebijakannya, dalam hal ini tiap-tiap daerah memiliki kepala daerah masing-masing berikut dengan para pejabat-pejabatnya. Tiap daerah memiliki otonominya masing-masing. Sektor pertanian ditangani oleh Kementrian Pertanian pada pemerintah pusat dan Dinas Pertanian pada pemerintah daerah.
Pemerintah selaku agen of control mempunayi kegiatan yang masing-masing mempunyai anggaran tersendiri. Anggaran tersebut dipergunakan untuk membeli barang yang berguna bagi masyarakat. Bentuk anggaran disalurkan ke tiap daerah melalui APBD yang telah direncanakan dan disetujui oleh pemerintah pusat. Diperlukan danya kecakapan melihat kondisi riil pettanian pada tiap daerah dan penanganannya apabila terdapat kendala-kendala. Selain pemerintah, masyarakat pun harus mendukung program pemerintah yang ada. Kesepakatan antara kedua belah pihak sangat diperlukan agar program yang dibuat maksimal dalam pelaksanaannya. Ekspektasi masyarakat di sini sangat diperlukan agar mendukung program pemerintah. Namun, apabila ada penyimpangan entah dari pemerintah maupun masyarakat maka proses persetujuan terhadap suatu kebijakan harus dirundingkan kembali dan diambil jalan tengahnya melalui musyawarah.
Mahasisiwa pertanian selaku agen of change diperklukan guna membawa perubahan. Mereka dibutuhkan sebagai penyuluh pertanian di daerah yang membutuhkan tenaganya, dimana keadaan para petani sesungguhnya berpendidikan rendah sehingga sangat diperlukan orang-orang yang ahli di bidang pertanian, baik dalam hal praktek pertanian dan pembaharuan teknologi pertanian. Namun tidak hanya mahasiswa pertanian saja yang yang wajib mendampingi petani, mahasiswa lainnya pun mempunay kewajiban secar tidak langsung guna mengentaskan masalah petani yang biasanya mencakup masalah social dan ekonomi. Kesemuanya merupakan satu-kesatuan yang dapat menghasilkan suatu produktivitas pertanian, efisiensi dalam pengelolaan pertanian dan dapat membangun martabat para petani dalam mencapai kesejahteraannya. Kaum-kaum intelektual pun sangat diperlukan, karena merekalah perancang atau otak di balik kebijakan. Dalam arti pemerintah pun butuh orang-orang yang cerdas dan pintar dalam membuat kebijakan sesuai dengan bidangnya masing-masing. Kaum intelektual tidak harus yang sudah lanjut usia, namun kaum-kaum pemuda pun bisa menjadi kaum intelektual, contohnya saja mahasiswa.
Mahasiswa merupakan para penggerak negeri, yang nantinya akan menjadi benih-benih bangsa dan menggantikan kaum intelektual terdahulu. Pihak pendukung (peminjam modal, asuransi, koperasi, dll) turut berperan dalam meningkatkan sector pertanian. Investor-investor besar harus bias dan mau menanam modalnya disektor pertaniana guan menarik minat perusahaan lain utnuk terus mamajukan pertanian di Indonesia. Lembaga-lembaga keuangan pun harus ikut berperan, terutama bank-bank konvensional dan bank-bank syariah dan pegadaian negara yang dapat menjangkau ke pelosok desa pertanian.
Berdasarkan permasalahan dan pemahaman kondisi eksternal petani yang demikian, maka model Cooperative Farming dapat digunakan sebagai alternatif pemberdayaan usahatani. Model Cooperative Farming menekankan pada pola pemberdayaan masyarakat yang berfokus pada kerjasama antar petani/poktan dengan mengacu pada kebutuhan petani/poktan (sistem bottom up).
Pihak yang dilibatkan dalam Cooperative Farming adalah petani, swasta, pemerintah dan mahasiswa. Petani akan bertindak sebagai anggota sekaligus pengelola. Sekelompok petani yang sudah dibentuk dari beberapa kepala keluarga harus secara aktif mengelola perencanaan on-farm (produk primer) dan off-farm (produk sekunder) dengan aset-aset seperti lahan pertanian dan teknologi yang digunakan. Peran swasta di sini karena fungsinya sebagai investor atau penanam modal dikarenakan investor memiliki minat terhadap Cooperative Farming tersebut karena pengelolaannya tidak hanya menghasilkan produk primer saja tapi juga produk sekunder yang memiliki nilai tambah. Pihak swasta akan menyediakan berbagai sarana produksi pertanian seperti benih, pupuk dan obat-obatan untuk berusahatani.
Selain itu, pihak swasta juga juga bertanggung jawab sebagai penampung produksi (badan penyanggah produk pertanian sekunder) dan mitra pemasaran. Sementara pemerintah bertindak sebagai fasilitator sekaligus katalisator dalam kegiatan perencanaan, penyusunan strategi usaha, introduksi teknologi terapan spesifik lokasi yang efisien, pengadaan modal, saprodi serta fasilitator dalam proses pemasaran hasil. Di sini, peran mahasiswa melalui institusi perguruan tinggi melalui Praktek Kerja Lapangan (PKL) dilibatkan sebagai tenaga penyuluh pertanian pedesaan, terutama meningkatkan pendidikan bidang ilmu pertanian berupa bagaimana cara untuk mengelola lahan pertanian yang baik serta teknologi yang akan digunakan, pendidikan mengenai strategi pemasaran secara sederhana, lebih mengenalkan kepada mereka bagaimana cara mengelola produk pertanian (produk primer) menjadi suatu barang (produk sekunder) yang memiliki nilai tambah serta sebagai pihak yang menghubungkan antara petani dengan swasta dan pemerintah.


BAB III
PENUTUP



A.  KESIMPULAN
           Semua model yang diberikan oleh pemerintah sebenarnya baik adanya tetapi maslah keuangan yang menjadi kendala sehingga pemerintahharus lebih cermat dalam membuat model-model pemberdayaan agar para petani di indonesia lebih sejahtera. Mengenai kelemahan petani maka pemerintah harus membuat model yang meminimumkan biaya dengan hasil yang maksimal.


B.  SARAN
Makalah kecil ini jauh dari sempurna karena itu apabila terdapat salah penulisan atau kata-kata yang kurang tepat harap dimaklumi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar